Rencana Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Malang memperpanjang rute layanan transportasi massal Trans Jatim hingga Kepanjen menimbulkan pro dan kontra di lapangan. Kebijakan ini dinilai membawa manfaat besar bagi mobilitas warga, namun di sisi lain berpotensi menekan keberlangsungan angkutan pedesaan (angkudes) yang selama ini menjadi tulang punggung transportasi di wilayah perdesaan.
Berdasarkan data Dishub Kabupaten Malang, saat ini terdapat 148 unit angkudes yang beroperasi dengan 22 trayek resmi di Bumi Kanjuruhan. Jika perpanjangan rute Trans Jatim terealisasi, setidaknya tiga trayek angkudes diperkirakan akan terdampak secara langsung. Ketiga trayek tersebut adalah jalur Gadang–Karangkates, Gadang–Karanglo (Singosari), dan Kepanjen–Gunungkawi. Dari jumlah itu, satu trayek berada di bawah kewenangan Pemkab Malang, yakni Kepanjen–Gunungkawi, sementara dua trayek lainnya dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui UPT P3LLAJ Karanglo.
“Kami belum bisa memprediksi reaksi para pengemudi angkudes. Saat ini, kami memilih menunggu kepastian trayek Trans Jatim yang disetujui Pemprov Jatim,” ujar Kepala Bidang Angkutan Dishub Kabupaten Malang, Tri Hermantoro. Tri menambahkan, Pemkab Malang sebelumnya telah mengusulkan agar rute Trans Jatim menjangkau Kepanjen dengan pertimbangan kota kecamatan tersebut merupakan pusat pemerintahan, sehingga membutuhkan akses transportasi umum yang memadai.
Di sisi legislatif, anggota Komisi III DPRD Kabupaten Malang, Abdul Qodir, menilai perlu kajian matang sebelum memutuskan kelanjutan rencana ini. Menurutnya, selain harus menjamin tarif terjangkau, operator Trans Jatim juga dituntut menghadirkan armada yang nyaman dan aman bagi penumpang.
“Jika rute diperluas sampai Kepanjen, dampak positifnya tentu dirasakan masyarakat luas, termasuk pelaku usaha. Namun, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap dampak negatifnya, terutama bagi pengemudi angkutan konvensional seperti angkudes, bus kecil, hingga ojek pangkalan,” jelas politisi PDI Perjuangan itu.
Hingga saat ini, Dishub Kabupaten Malang masih menunggu respons Pemprov Jatim terkait usulan tersebut. Keputusan akhir akan sangat menentukan arah kebijakan transportasi publik di wilayah selatan Kabupaten Malang, sekaligus menguji kemampuan pemerintah daerah dalam menyeimbangkan kebutuhan mobilitas masyarakat dengan keberlangsungan usaha transportasi konvensional yang sudah ada.