Malang, Jatim – Pengosongan Hotel Mandala Puri di Jalan Panglima Sudirman Nomor 81, Klojen, Malang, pada 27 Mei lalu oleh Pengadilan Negeri (PN) Malang menuai sorotan. Di balik narasi “jual beli” yang dikemukakan dalam putusan pengadilan, Indah Sri Widoretnowati, salah satu pihak tergugat, mengungkapkan adanya dugaan perdaya, praktik mafia tanah, dan kini menyeret nama mantan pengacaranya sendiri yang berinisial AC. Semua ini membuatnya kehilangan aset bernilai fantastis.
Indah dengan tegas membantah telah menerima uang kompensasi pengosongan senilai Rp 500 juta. Ia mengaku pernah diperdaya untuk menandatangani surat kompensasi pengosongan, namun dalam kondisi tidak sadar sepenuhnya mengenai isi dokumen yang ditandatanganinya. Lebih mengejutkan lagi, dari nominal Rp 500 juta yang disebut-sebut, Indah mengungkapkan bahwa Rp 300 juta ditahan oleh notaris.
Sementara itu, dari sisa Rp 200 juta, Rp 150 juta dibawa oleh seseorang berinisial AC, dan hanya Rp 50 juta yang sampai ke tangan Ibu Indah. “Saya tidak pernah menerima uang kompensasi itu secara utuh, bahkan sebagian besar tidak saya terima sama sekali,” tegas Indah.
Informasi terbaru dari Indah semakin memperkeruh kasus ini. Sebelum diwakili oleh Robbi Prasetyo dari Kantor Advokat Didik Lestariyono, Indah menyebutkan bahwa pengacara pertamanya adalah seseorang berinisial AC. AC inilah yang juga diduga kuat turut serta menipu Indah. “Pengacara saya yang pertama, AC, yang justru diduga ikut menipu saya. Uang Rp 150 juta itu dibawa olehnya,” ungkap Indah, mengindikasikan adanya dugaan kolaborasi dalam merugikan dirinya.
Menurut Indah, akar masalah ini sebenarnya bermula dari peristiwa utang piutang, bukan murni jual beli. Ia menduga bahwa dalam proses penandatanganan dokumen, diselipkan Surat Kuasa Menjual yang kemudian berujung pada pembuatan perjanjian jual beli, akta jual beli, dan perjanjian pengosongan.
Praktik ini diduga merupakan modus licik yang sengaja dirancang untuk menguasai asetnya.
Indah juga menyoroti kejanggalan dalam proses penandatanganan dokumen. Ia mengungkapkan bahwa saat itu notaris sudah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang, bahkan mendokumentasikan proses tersebut dengan foto dan video berkualitas tinggi menggunakan kamera DSLR.
Akibat dokumentasi yang sedemikian rupa, akta yang ditandatangani Indah menjadi akta otentik yang sah, dan adanya bukti video penandatanganan tersebut membuat Indah kalah di pengadilan, padahal ia bersikukuh bahwa ia melakukannya dalam kondisi tidak sadar. “Saya merasa ini adalah jebakan. Niat awal hanya berurusan dengan utang piutang, tapi tiba-tiba semua berubah menjadi jual beli. Notaris juga sudah siap dengan segala dokumentasi seolah ini sudah diatur sebelumnya, dan justru itu yang menjerat saya di pengadilan,” tutur Indah, mengindikasikan bahwa proses tersebut terkesan sudah direkayasa dan digunakan untuk mengalahkannya.
Akibat dugaan praktik mafia tanah ini, Indah Sri Widoretnowati kini harus menelan pil pahit. Hotel Mandala Puri yang diperkirakan bernilai kurang lebih Rp 25 miliar, kini beralih kepemilikan hanya dengan harga Rp 1 miliar. Sebuah kerugian yang sangat besar dan mencurigakan bagi Indah.
Robbi Prasetyo dari Kantor Advokat Didik Lestariyono, yang kini menjadi pengacara Indah, menyatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya mencari keadilan. “Kami masih berupaya melakukan upaya hukum karena belum ada putusan di tingkat kasasi. Eksekusi yang dilakukan juru sita menurut kami tidak memiliki dasar yang jelas mengingat masih adanya upaya hukum kasasi yang belum final,” jelas Robbi. Ia juga menambahkan bahwa ada beberapa hal yang mengganjal dalam aktivitas jual beli yang terjadi, dan pihaknya optimistis dengan hasil kasasi nanti.
Kasus pengosongan Hotel Mandala Puri ini menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan dalam setiap transaksi hukum, terutama yang melibatkan aset bernilai tinggi. Lebih jauh, kasus ini menyoroti sisi gelap dugaan praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat, bahkan dengan dugaan keterlibatan oknum yang seharusnya memberikan perlindungan hukum.