JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto resmi melakukan reshuffle kedua Kabinet Merah Putih pada Senin (8/9/2025), langkah politik yang mengejutkan sekaligus menegaskan upaya pemerintah merespons dinamika nasional yang kian kompleks. Dalam perombakan ini, lima kursi menteri strategis diganti, sementara satu kementerian baru, yaitu Kementerian Haji dan Umrah, resmi dibentuk dan diisi pejabat perdana.
Salah satu sorotan terbesar adalah pencopotan Sri Mulyani Indrawati dari kursi Menteri Keuangan. Ia digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom senior dan mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan. Keputusan ini memicu perdebatan publik mengingat Sri Mulyani dikenal luas sebagai figur teknokrat dengan reputasi global dalam menjaga stabilitas fiskal Indonesia.
Selain itu, posisi Menko Polhukam yang sebelumnya dipegang oleh Budi Gunawan diganti, begitu pula dengan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, yang digantikan oleh Mukhtarudin. Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, digantikan oleh Ferry Juliantono yang sebelumnya menjabat wakil menteri. Adapun Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, resmi diberhentikan, meski penggantinya belum diumumkan secara resmi oleh Presiden.
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga meresmikan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, yang dianggap sebagai jawaban atas kompleksitas tata kelola ibadah haji dan umrah. Mochamad Irfan Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Irfan, dilantik sebagai menteri pertama, didampingi oleh Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai wakil menteri.
Upacara pelantikan berlangsung khidmat di Istana Negara, dipandu Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Presiden menekankan bahwa reshuffle ini bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga integritas, etika, dan amanah konstitusional di tengah tantangan yang dihadapi bangsa.
Reshuffle ini terjadi di tengah gelombang demonstrasi publik terkait isu ekonomi, pajak, hingga kebijakan politik nasional. Perubahan mendadak, khususnya di pos keuangan, menimbulkan pertanyaan serius mengenai kontinuitas kebijakan ekonomi, terutama dalam menjaga defisit, pengelolaan utang, serta stabilitas fiskal jangka panjang.
Secara politik, langkah ini memberi sinyal bahwa Prabowo ingin menunjukkan ketegasan sekaligus kemampuan adaptif terhadap tekanan publik dan dinamika internal kabinet. Namun efektivitasnya akan sangat ditentukan oleh kinerja jajaran baru dalam mengeksekusi kebijakan, menenangkan gejolak sosial, dan menjaga kredibilitas pemerintahan di mata publik maupun pasar internasional.