MALANG, Gelora News – Eksekusi pengosongan Hotel Mandala Puri di Jalan Panglima Sudirman Nomor 81, Klojen, Kota Malang, pada 27 Mei 2025, menyisakan cerita miris dan dugaan kuat praktik mafia tanah. Di balik proses yang berjalan lancar, terkuak dugaan rekayasa hukum yang membuat Indah Sri Widoretnowati, pemilik hotel, kehilangan asetnya senilai puluhan miliar rupiah.
Sengketa ini berawal dari dugaan perjanjian utang piutang pada 2019 yang kemudian disulap menjadi seolah-olah akta jual beli fiktif. Akta Jual Beli Nomor 80 Tanggal 19 Juli 2019, yang diduga merupakan akta rekayasa, mencantumkan nilai transaksi fantastis Rp6 miliar. Ironisnya, dari nilai tersebut, Indah mengaku tidak pernah menerima sepenuhnya. Bahkan, Rp5 miliar di antaranya diduga kuat dibawa kabur oleh Sunu, teman Indah yang kini disebut sebagai saksi kunci dan bagian dari komplotan mafia tanah.
Beberapa kejanggalan utama yang menguatkan dugaan praktik mafia tanah dalam kasus ini meliputi manipulasi akta, di mana meskipun judulnya “perjanjian jual beli”, isi dokumen tersebut justru memuat klausul-klausul terkait utang piutang, bahkan mencantumkan bunga. Akta ini seolah-olah menyatakan Indah telah menjual hotelnya senilai Rp6 miliar, padahal jual beli itu sendiri tidak pernah dilakukan dan tidak pernah ada.
Selain itu, aliran dana kompensasi juga diselimuti misteri. Indah dijanjikan kompensasi pengosongan sebesar Rp500 juta. Namun, ia dengan tegas membantah telah menerima uang tersebut secara utuh. Indah mengungkapkan, Rp300 juta ditahan oleh notaris yang terlibat, sementara Rp150 juta dibawa oleh mantan pengacara pertamanya, AC. Indah sendiri hanya menerima Rp50 juta. Aliran dana yang tidak jelas ini menimbulkan banyak pertanyaan besar mengenai transparansi dan dugaan adanya “bancakan” oleh oknum-oknum terkait.
Penggelapan dana besar oleh pihak ketiga juga menjadi sorotan. Dari nilai transaksi Rp6 miliar yang tertera di akta, Rp5 miliar di antaranya diduga kuat dibawa kabur oleh Sunu. Indah dipaksa melunasi utangnya seolah-olah ia sudah menerima seluruh Rp6 miliar, padahal Rp5 miliar tersebut tidak pernah sampai kepadanya. Keberadaan Sunu sangat penting untuk mengungkap kebenaran, namun hingga kini ia menghilang.
Dugaan jebakan hukum dan dokumentasi yang direkayasa pun mencuat. Indah menyoroti kejanggalan dalam proses penandatanganan dokumen. Ia mengungkapkan, notaris sudah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang, bahkan mendokumentasikan proses tersebut dengan foto dan video berkualitas tinggi menggunakan kamera DSLR. Dokumentasi ini, yang kemudian menjadi akta otentik yang sah, justru menjerat Indah di pengadilan. Indah bersikukuh bahwa ia menandatanganinya dalam kondisi tidak sadar dan merasa dijebak.
Akibat dugaan praktik mafia tanah ini, Indah Sri Widoretnowati kini harus menelan pil pahit. Hotel Mandala Puri, yang nilai appraisalnya berdasarkan NJOP adalah Rp14 miliar dan nilai riilnya mencapai Rp30 miliar, kini beralih kepemilikan hanya dengan harga Rp1 miliar. Ini merupakan kerugian yang sangat besar dan mencurigakan bagi Indah.
Meskipun gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dari pemohon telah dikabulkan di berbagai tingkatan pengadilan hingga Mahkamah Agung, dan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari termohon ditolak, Robbi Prasetyo dari Kantor Advokat Didik Lestariyono, yang kini menjadi pengacara Indah, menyatakan akan terus berupaya mencari keadilan. “Kami masih berupaya melakukan upaya hukum karena belum ada putusan di tingkat kasasi,” jelas Robbi. Ia juga menambahkan, ada beberapa hal yang mengganjal dalam aktivitas jual beli yang terjadi, dan pihaknya optimistis dengan hasil kasasi nanti.
Kasus pengosongan Hotel Mandala Puri ini menambah panjang daftar sengketa properti yang diduga melibatkan praktik mafia tanah di Malang Raya. Publik diharapkan terus mengawal proses ini, memastikan hak-hak yang belum terpenuhi dapat ditegakkan, dan semua pihak yang terlibat, terutama oknum-oknum yang bermain curang, dapat dimintai pertanggungjawaban.
