MALANG – Eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Malang terhadap Hotel Mandala Puri pada 27 Mei 2025 lalu menyisakan banyak kejanggalan. Eksekusi yang diklaim berdasarkan perkara jual beli antara Pemohon Eksekusi dan Para Termohon Eksekusi justru mengungkap dugaan rekayasa hukum yang merugikan pihak Para Termohon Eksekusi. Fakta-fakta yang selama ini tak muncul ke permukaan kini terkuak, menggugah pertanyaan serius: apakah eksekusi ini benar-benar berdasar hukum, atau justru cerminan praktik mafia tanah yang rapi dan terstruktur?
Salah satu narasi yang dibangun oleh berita yang beredar adalah soal “kompensasi” Rp 500 juta yang disebut telah diberikan kepada Para Termohon Eksekusi. Namun menurut Para Termohon Eksekusi melalui salah satu Kuasa Hukumnya dari Kantor Advokat Didik Lestariyono & Associates fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. “Klien kami tidak pernah mendapatkan nilai kompensasi senilai Rp500jt, justru aliran dana kompensasi tersebut diselimuti misteri uang tersebut dulunya diterima oleh salah satu Notaris di Malang berinisial DI senilai 300jt yang turut terlibat dalam perkara ini hingga sampai sekarang dana tersebut mendekam di sana, 150jt nya diterima mantan Kuasa Hukum Klien Kami yang dulu bernisial AC, dan Indah sendiri hanya menerima Rp50 juta ” terang Robbi Prasetyo, S.H salah satu Kuasa Hukum Indah Sri Widoretnowati, dkk dari Kantor Advokat Didik Lestariyono & Associates
Lanjutnya, Robbi menjelaskan perkara ini bermula dari Kliennya yang berniat berhutang 1 Milyar berujung tanah dan bangunan hotelnya melayang. Saat penandatangan perjanjian hutang piutang di hadapan Notaris itulah Indah Sri Widoretnowati, dkk diduga dikelabui dengan menyodorkan surat-surat yang berkaitan dengan penjualan tanah dan bangunan miliknya.
“Klien kami tidak ada niatan untuk menjual tanah dan bangunan hotelnya, klien kami cuman berniat berhutang Rp1 Milyar. Namun karena bertemu dengan beberapa oknum yang jahat yang diduga komplotan mafia tanah dimana modus operandinya sering kita jumpai, ya ending-nya Klien Kami dirugikan. Terkait harga jual beli 6 milyar itu sangat tak masuk akal, jelas-jelas klien kami tidak pernah menerima uang senilai segitu.” Kendati gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh pemohon eksekusi sebelumnya telah dikabulkan di berbagai tingkatan pengadilan, termasuk Mahkamah Agung, dan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pihak termohon juga telah ditolak, Robbi Prasetyo dari Kantor Advokat Didik Lestariyono, kuasa hukum Indah, menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan keadilan.
“Kami masih berupaya melakukan upaya hukum karena belum ada putusan di tingkat kasasi,” terang Robbi. Ia menambahkan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam proses jual beli yang menjadi objek sengketa. Pihak Indah Sri Widoretnowati, dkk menyatakan optimisme tinggi terhadap hasil putusan kasasi yang akan datang. Eksekusi Hotel Mandala Puri seharusnya menjadi pengingat bahwa hukum tidak boleh tunduk pada permainan narasi satu pihak. Ada terlalu banyak kejanggalan yang menuntut penelusuran lebih dalam dan pengungkapan kebenaran yang sesungguhnya.
“Ini bukan hanya soal jual beli, ini soal keadilan yang dirampas melalui sistem hukum yang semestinya melindungi,” tutup Robbi.