KEDIRI — Aktivitas penerbangan di Bandara Dhoho Kediri terhenti total sejak pertengahan Mei 2025. Lebih dari lima bulan lamanya, tak ada satu pun pesawat yang lepas landas maupun mendarat di bandara yang digadang-gadang menjadi kebanggaan warga Kediri dan Jawa Timur bagian selatan itu. Kondisi ini menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.
Sejumlah maskapai, termasuk Citilink yang sebelumnya melayani rute Kediri–Jakarta, menghentikan penerbangan dengan alasan perawatan armada dan efisiensi operasional. Namun hingga Oktober 2025, belum ada tanda-tanda kepastian kapan penerbangan akan kembali berjalan. “Kami belum menerima jadwal pasti dari pihak maskapai. Bandara tetap buka untuk pemeliharaan, tapi belum ada penerbangan,” kata salah satu petugas di lingkungan bandara, Jumat (10/10/2025).
Kondisi ini membuat aktivitas ekonomi warga sekitar lumpuh. Banyak pedagang, sopir travel, hingga pemilik usaha kecil yang sebelumnya menggantungkan hidup dari arus penumpang bandara kini kehilangan penghasilan. “Sejak bandara berhenti beroperasi, penghasilan saya turun drastis. Biasanya tiap hari ada penumpang, sekarang sepi total,” ujar Mulyadi, warga Desa Grogol yang sehari-hari menyewakan mobil antar-jemput bandara.
Dampak ekonomi juga dirasakan oleh para investor yang menanamkan modal di sekitar kawasan bandara. Sejumlah proyek komersial dilaporkan tertunda akibat lesunya pergerakan orang dan barang. Beberapa pengusaha bahkan mulai menarik diri karena ketidakpastian waktu beroperasinya kembali bandara tersebut.
Menurut data yang dihimpun, sepanjang Juni 2025 hanya tercatat 107 penumpang yang menggunakan Bandara Dhoho dari total 18 penerbangan terakhir sebelum penghentian sementara. Jumlah itu dinilai terlalu rendah untuk menopang keberlanjutan rute komersial.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Kediri mendesak agar pihak pengelola dan Kementerian Perhubungan segera memberikan solusi konkret. “Bandara ini dibangun dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi selatan Jawa Timur. Kalau terus tidak beroperasi, dampaknya sangat besar bagi masyarakat,” tegas seorang pejabat Pemkab Kediri yang enggan disebutkan namanya.
Pengamat transportasi menilai, kondisi ini menjadi cerminan lemahnya perencanaan operasional bandara baru di Indonesia. Tanpa strategi jangka panjang dan dukungan lintas sektor, bandara bisa berubah menjadi “bandara tidur” yang membebani anggaran tanpa memberi manfaat nyata bagi publik.
Kini, warga Kediri dan sekitarnya hanya berharap agar Bandara Dhoho bisa segera kembali aktif. Di tengah harapan pembangunan daerah, bandara yang dulu digadang sebagai simbol kemajuan justru kini menjadi ironi di tengah lesunya roda ekonomi masyarakat.











