Home / Headline News / WFH di Senayan, Buruh Panas-Panasan di Jalan

WFH di Senayan, Buruh Panas-Panasan di Jalan

JAKARTA — Gelombang aksi demonstrasi buruh yang digelar serentak di Jakarta dan berbagai daerah pada Kamis (28/8/2025) menimbulkan dampak luas, tidak hanya pada arus lalu lintas dan keamanan, tetapi juga pada aktivitas parlemen. Pimpinan DPR RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor 14/SE-SEKJEN/2025 yang mengimbau agar anggota dewan, Aparatur Sipil Negara (ASN), serta Tenaga Ahli (TA) di lingkungan parlemen melaksanakan Work From Home (WFH) sepanjang hari ini.

Kebijakan tersebut diambil sebagai langkah antisipasi terhadap potensi kemacetan dan gangguan mobilitas akibat aksi buruh yang diperkirakan melibatkan lebih dari 10.000 massa di Jabodetabek, serta puluhan ribu lainnya di daerah. WFH diberlakukan terutama bagi ASN dan tenaga ahli yang tidak memiliki agenda kedinasan mendesak, dengan pembagian kehadiran sekitar 25% WFO dan 75% WFH.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, membenarkan keputusan tersebut.

“Pulang ribet, ke mana-mana susah. Makanya diimbau untuk WFH,” ujar Sahroni, menekankan bahwa keputusan ini diambil semata demi kelancaran aktivitas parlemen di tengah kondisi jalan yang dipadati aksi massa.

Sementara itu, di luar Gedung DPR, ribuan buruh berunjuk rasa dengan enam tuntutan utama: penghapusan outsourcing, penghentian praktik upah murah, pembentukan Satgas PHK, reformasi perpajakan buruh, percepatan pembahasan RUU Ketenagakerjaan serta RUU Perampasan Aset, dan revisi RUU Pemilu.

Namun, situasi ini memunculkan kontras mencolok. Saat buruh berpanas-panasan di jalan menyuarakan aspirasi, suasana kompleks parlemen justru tampak lengang. Kondisi tersebut menuai kritik publik di media sosial, di mana sejumlah warganet mempertanyakan sikap DPR yang terkesan lebih mengutamakan kenyamanan dibanding menghadapi langsung suara rakyat.

Secara simbolis, kebijakan WFH memperlihatkan jarak antara realitas pekerja yang berjuang menuntut hak-hak dasar mereka dengan perlindungan yang dinikmati oleh wakil rakyat. Jika tidak diimbangi dengan langkah nyata dalam merespons tuntutan buruh, kebijakan ini berisiko memperkuat citra DPR sebagai lembaga yang jauh dari denyut persoalan masyarakat.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *