Jakarta — Indonesia Corruption Watch (ICW) resmi melaporkan dugaan praktik korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan tersebut menyoroti adanya potensi monopoli, pungutan liar, serta pengurangan standar pelayanan jemaah yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp300 miliar.
Dalam temuan ICW, terdapat indikasi monopoli pada layanan masyair di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, di mana dua dari delapan penyedia ternyata dimiliki oleh pihak yang sama. Kedua perusahaan tersebut tercatat menerima kontrak senilai Rp667,58 miliar atau sekitar 33 persen dari total nilai Rp2,02 triliun. Praktik ini diduga melanggar Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selain itu, ICW juga mengungkap adanya dugaan pungutan liar dalam pengadaan katering jemaah haji. Oknum diduga memotong sebesar SAR 0,8 atau sekitar Rp3.400 per kali makan. Jika dikalkulasikan, kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp51,03 miliar. Tidak hanya itu, porsi makanan jemaah juga dilaporkan berkurang di bawah kontrak standar, dengan pengurangan rata-rata SAR 4 atau sekitar Rp17 ribu per porsi, yang berpotensi merugikan negara hingga Rp255 miliar.
ICW menambahkan bahwa menu katering yang disediakan bahkan tidak sesuai dengan standar Angka Kecukupan Energi (AKE) sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2019. Dari hasil analisis, asupan kalori hanya berkisar 1.729 hingga 1.785 kkal per hari, jauh di bawah standar minimal 2.100 kkal yang seharusnya dipenuhi.
KPK yang menerima laporan ini menyatakan akan menindaklanjuti dan melakukan verifikasi atas seluruh data yang diajukan. “Kami akan mendalami laporan ICW. Jika ditemukan bukti yang cukup, tentu akan ditingkatkan ke tahap penyidikan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Di sisi lain, KPK juga tengah menelusuri dugaan korupsi pada pengelolaan kuota haji tambahan tahun 2023–2024. Dari hasil awal, kerugian negara akibat praktik tersebut diperkirakan menembus lebih dari Rp1 triliun. KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana yang mencurigakan, termasuk melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, salah satunya kediaman mantan Menteri Agama Gus Yaqut.
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi yang menyasar sektor keagamaan, yang seharusnya dijalankan dengan prinsip amanah dan transparan. Publik kini menanti langkah konkret KPK dalam mengusut dugaan korupsi dana haji, yang bukan hanya menyangkut kerugian negara, tetapi juga menyangkut hak serta kenyamanan jemaah haji Indonesia.