Home / Peristiwa / Vonis Dipotong, Setya Novanto Akhirnya Menghirup Udara Bebas

Vonis Dipotong, Setya Novanto Akhirnya Menghirup Udara Bebas

Mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, resmi menghirup udara bebas melalui program pembebasan bersyarat pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Ia keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung, setelah menjalani sebagian besar hukumannya dan dinyatakan memenuhi syarat administratif maupun substantif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Dengan status barunya sebagai klien pemasyarakatan, Setya Novanto wajib berada dalam pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung hingga 1 April 2029.

Keputusan pembebasan ini tak terlepas dari pengurangan masa hukuman oleh Mahkamah Agung melalui mekanisme Upaya Hukum Luar Biasa atau biasa disebut Peninjauan Kembali pada Juni 2025. Vonis yang semula 15 tahun dipotong menjadi 12 tahun 6 bulan. Selama menjalani pidana, ia juga tercatat menerima remisi total 28 bulan 15 hari.

Pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menegaskan, remisi bukan alasan utama pembebasan, melainkan karena terpenuhinya syarat hukum seperti berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan, melunasi denda Rp500 juta dan uang pengganti Rp49 miliar, serta telah menjalani lebih dari dua pertiga masa pidana.

Meski sudah meninggalkan penjara, kebebasan Setya Novanto belum bersifat penuh. Selama masa pengawasan, ia diwajibkan melapor secara berkala, mengikuti bimbingan, dan tidak melakukan pelanggaran hukum. Jika terbukti melanggar, status bebas bersyaratnya bisa dicabut, dan sisa pidana harus dijalani kembali di balik jeruji.

Komisi Pemberantasan Korupsi merespons dengan mengingatkan pentingnya efek jera terhadap pelaku korupsi. KPK menegaskan bahwa putusan bebas bersyarat seharusnya tidak mengurangi semangat pemberantasan korupsi dan kepercayaan publik terhadap hukum.

Di ruang publik, reaksi beragam bermunculan. Ada yang menilai hak narapidana harus dihormati, namun tidak sedikit yang mempertanyakan rasa keadilan, mengingat kerugian negara dalam kasus e-KTP mencapai triliunan rupiah.

Pembebasan bersyarat Setya Novanto pun kembali menguji kredibilitas sistem pemasyarakatan di Indonesia. Secara hukum, ia berhak mendapatkannya, tetapi secara moral, masyarakat menuntut agar keadilan tetap terjaga. Transparansi dan ketatnya pengawasan pasca-bebas akan menjadi kunci, apakah sistem ini dianggap adil atau justru semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan publik terhadap hukum dan pemberantasan korupsi.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *