MALANG – Persada Hospital Malang akhirnya mengambil langkah tegas dengan memecat dokter berinisial AY, terduga pelaku pelecehan seksual terhadap dua pasien perempuan. Langkah ini diumumkan secara resmi melalui unggahan video singkat berdurasi 1 menit 8 detik di akun Instagram resmi rumah sakit tersebut.
Dua pasien perempuan yang melaporkan dugaan pelecehan ini adalah QAR (31), warga asal Bandung, dan A (30), warga Kota Malang. Keduanya telah mengadukan perbuatan tidak senonoh tersebut ke Polresta Malang Kota. Kasus ini pun langsung menyita perhatian publik, terutama karena melibatkan institusi kesehatan ternama di Malang.
Pimpinan Persada Hospital menyatakan rasa keprihatinan dan penyesalannya yang mendalam terhadap kejadian tersebut.
“Kami menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat, khususnya kepada para korban,” demikian pernyataan resmi rumah sakit dalam video yang dipublikasikan.
Tindakan dokter AY tidak hanya mencederai kepercayaan pasien, tetapi juga mencoreng nama baik rumah sakit. Karena itu, manajemen menilai pemecatan adalah bentuk tanggung jawab moral sekaligus komitmen terhadap perlindungan pasien, khususnya perempuan.
“Kami sudah melakukan investigasi internal dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini ke pihak kepolisian,” lanjut pernyataan manajemen dalam video tersebut.
Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa Persada Hospital tidak akan menoleransi bentuk pelanggaran etika dan hukum di lingkungan kerjanya.
Hal menarik dalam video itu, manajemen menggarisbawahi bahwa institusi ini dipimpin oleh seorang perempuan. Komitmen untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan ditegaskan sebagai bagian dari nilai-nilai rumah sakit. Pernyataan ini menuai beragam komentar positif dari warganet yang mendukung langkah tegas tersebut.
Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkalit, S.Si., MMRS, saat dikonfirmasi Kamis (25/4/2025), membenarkan seluruh isi pernyataan di video tersebut. Ia juga memastikan bahwa dokter AY telah diberhentikan dari jabatannya di rumah sakit.
“Iya, sudah (resmi diberhentikan),” ucapnya singkat.
Namun, saat ditanya kapan tepatnya pemecatan dilakukan, pihak rumah sakit memilih untuk tidak merinci.
“Kami akan berusaha menjawab sesegera mungkin, secara personal. Namun dalam situasi seperti ini, kami sangat memohon pengertiannya,” ujar Sylvia.
Kasus ini memicu diskusi hangat di masyarakat tentang pentingnya sistem pengawasan internal yang lebih kuat di dunia medis. Banyak pihak mendesak agar rumah sakit dan institusi kesehatan lainnya memperketat etika profesi serta menyediakan jalur pengaduan yang aman bagi pasien.
Pakar hukum dan perlindungan perempuan, serta aktivis sosial, mendorong agar kasus ini dijadikan momentum evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme perlindungan pasien.
“Ini bukan sekadar soal oknum, tapi bagaimana sistem dibangun agar mencegah kasus serupa terulang,” ujar salah satu aktivis saat dimintai tanggapannya.
Kini, publik menanti perkembangan proses hukum terhadap dokter AY, sekaligus berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi dunia medis agar selalu berpihak pada keselamatan, kenyamanan, dan martabat pasien.
(Reagan)